I.
Sub
Judul
Analisis air dengan parameter (KOK)
Kebutuhan Oksigen Kimiawi refluks terbuka secara titrimetri.
II.
Tujuan
Siswa dapat menganalisis air dengan
perameter (KOK) Kebutuhan Oksigen Kimiawi refluks terbuka secara titrimetri.
III.
Dasar
Teori
Chemical Oxygen Demand atau
kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal
ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium bikromat (K2Cr2O7)
dalam keadaan asam menjadi gas kabondioksida (CO2) dan air (H2O)
serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent).
Jumlah oksigen yang diperlukaan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang terpakai
pada reaksi oksidasi, maka makin banyak oksigen yang dibutuhkan, berarti air
lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik.
Chemical Oxygen Demand
(COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter
sampel air, dimana pengoksidanya adalah kalium bikromat (K2Cr2O7)
atau kalium permanganate (KMnO4). Misal, COD = 150 mg/l berarti
dalam 1 liter limbah cair terdapat senyawa organik jumlahnya setara dengan 150
mg O2. Angka Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di
dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh
kalium bikromat (K2Cr2O7) dalam keadaan asam yang
mendidih optimum,
Perak sulfat (Ag2SO4)
ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedangkan merkuri
sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada
di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa
hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7
masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7
yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7
tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi
yang berlangsung adalah sebagai berikut.
Indikator ferroin digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru larutan
berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7
dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal,
karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh K2Cr2O7.
Biochemical Oxygen Demand
menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan
BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk
atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu
badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan oksigen
terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan
kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut.
Beberapa zat organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida,
tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan.
Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk
oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi
sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk
mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air,
tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan
untuk mengoksidasi bahan organic tersebut. Semakin banyak oksigen yang
dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Oksigen yang dikonsumsi
dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan menginkubasikan contoh air pada suhu
20ºC selama lima hari. Untuk memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara
sempurna pada suhu 20ºC sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi
untuk prasktisnya diambil waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi selama lima
hari tersebut hanya dapat mengukur kira-kira 68 persen dari total BOD (Sasongko, Setia B. 1990).
Dalam kegiatan pengukuran kualitas
limbah cair industri, terdapat beberapa parameter yang diperiksa oleh
laboratorium lingkungan. Dari beberapa parameter air limbah, BOD5 dan COD
merupakan dua parameter yang biasa diperiksa.
BOD5
( Biochemical Oxygen Demand, 5 days ).
Industri yang menggunakan bahan-bahan organik, baik alami maupun sintetis, akan
menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa organik. Salah satu jenis
senyawa tersebut adalah senyawa organik terurai ( biodegradable organics ) atau senyawa yang dapat
dikonsumsi oleh mikroba. Parameter BOD5 sebenarnya menunjukan jumlah oksigen
(mg O2) yang dikonsumsi mikroba aerobik saat menguraikan organik
terurai dalam waktu 5 hari pada 1 liter limbah cair. Contoh : BOD5 = 100 mg/l
berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat sejumlah organik terurai yang
membutuhkan O2 sebanyak 100 mg agar mikroba aerobic dapat
menguraikannya dalam 5 hari. Organik terurai (biodegradable organics)
: terdiri dari berbagai senyawa organik yang dapat diuraikan oleh mikroba,
seperti karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan lemak.
COD
(Chemical Oxygen Demand).
Selain senyawa organik terurai , limbah cair juga megandung senyawa organik
yang tidak terurai (non biodegradable organics). Untuk
memperkirakan jumlah total ke-2 jenis senyawa organik tersebut, dapat digunakan
parameter COD. Parameter COD sebenarnya menunjukan jumlah oksigen (mg O2)
yang ada dalam senyawa oksidan yang dibutuhkan untuk menguraikan seluruh
senyawa organik yang terkandung dalam 1 liter limbah cair. Contohnya, COD = 150
mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat senyawa organik jumlahnya
setara dengan 150 mg O2. Selisih antara nilai COD dan nilai BOD 5
dari suatu limbah cair dianggap menunjukan jumlah senyawa organik tak terurai.
Jumlah organik tak terurai = COD – BOD5
Organik sulit terurai
( non biodegradable organics ) : Terdiri dari
berbagai jenis senyawa organik yang sangat sulit diuraikan oleh mikroba,
seperti herbisida, deterjen, sellulosa, minyak dan oli (Andi Wahyudin. 2011).
Biological Oxigen Demand
(BOD) atau kebutuhan oksigen biologis merupakan suatu analisis empiris yang
mencoba mendekati secara global mendekati proses-proses mikrobiologis dalam
air. Pemeriksaan BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen
di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik.
Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi
hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tertinggi yang ditunjukan
dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan
bahan-bahan buangan yang dibutuhkan oksigen tinggi.
Organisme hidup yang
bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu
untuk mengoksidasi bahan organik, sintesa sel, dan oksidasi sel. Komponen
organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula di oksidasi menjadi nitrat,
sedangkan komponen organik yang mengandung sulfur dapat di oksidasi menjadi
sulfat. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasikan air pada suhu
200ºC selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukan jumlah oksigen yang
dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari dengan suhu
200ºC ini hanya menghitung sebanyak 68% bahan organik yang teroksidasi, tetapi
suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk
mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang
lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.
Air yang hampir murni
mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang memiliki nilai BOD 3 ppm
masih di anggap cukup murni, tetapi kemurnia air diragunakn jika nilai BOD-nya
mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti
industri pengalengan, industri susu, industri gula dan sebagainya memiliki
nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100 ppm sampai 10.000 ppm, oleh karena
itu harus mengalami penanganan atau pengeceran yang tinggi sekali pada saat
pembuangan ke badan air disekitarnya seperti, sungai ataupun ke laut, yaitu
untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat
di dalam badan air tempat pembungan bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul
adalah apabila konsentrasi oksigen terlarut badan air tersebut sebelumnya sudah
terlalu rendah.
Sebagai akibat menurunnya
oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman
air. Hal ini disebabkan karena mahluk-mahluk hidup tersebut banyak yang mati
atau melakukan migrasi ke tempat lainnya yang konsentrasi oksigennya masih
cukup tinggi. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka
mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya
mikroorganisme yang bersifat anaerobik akan menjadi aktif untuk memecah
bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen.
Senyawa-senyawa hasil
pemecahan secara anaerobik seperti amin, H2S dan komponen fosfor
mempunyai bau yang menyengat, misalnya amin berbau anyir dan H2S
berbau busuk. Oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi
anaerobik tidak dikehendaki.
Cara Menentukan Nilai BOD,
COD dan DO. Kebanyakan bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen mengandung
karbon sebagai unsur yang terbanyak. Salah satu reaksi yang terjadi dengan
pertolongan bakteri adalah oksidasi karbon menjadi karbon dioksida sebagai
berikut :
C + O2 CO2
Dalam reaksi ini diperlukan
32 gram oksigen untuk mengoksidasi 12 gram karbon. Jadi karbon memerlukan
oksigen sebanyak 3 kali beratnya untuk melangsungkan reaksi tersebut, atau
diperlukan 9 ppm oksigen untuk bereaksi dengan kira-kira 3 ppm karbon terlarut.
Reaksi tersebut di atas
disebut reaksi pembakaran sempurna. Tetapi sebelum terbentuknya CO2
mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi sementara seperti alkohol, asam,
amina, ammonia dan hidrogen sulfida. Senyawa-senyawa tersebut selain berbau
busuk juga bersifat racun terhadap hewan dan manusia.
Karena bahan-bahan buangan
yang memerlukan oksigen dapat menurunkan oksigen terlatur di dalam air dengan
cepat, maka uji terhadap bahan-bahan buangan tersebut penting dilakukan untuk
mengetahui polusi air. Untuk mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu uji BOD (biochemical oxygen demand) dan uji COD (chemical
oxygen demand). Pada prinsipnya kedua uji tersebut mengukur jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan tersebut melalui reaksi biokimia oleh
organisme hidup (dalam uji BOD) atau melalui reaksi kimia (dalam uji COD).
Pada uji BOD mempunyai
beberapa kelemahan, diantaranya adalah : Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen
yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya
yang disebut juga “intermediate axygen demand”. Uji BOD memerlukan waktu yang
cukup lama yaitu minimal 5 hari. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih
belum dapat menunjukan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira 68% dari total
BOD. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut.,
misal adanya germisida seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji
BOD menjadi kurang teliti (Anto Susanto. 2010).
IV.
Alat
dan Bahan
Alat
·
peralatan refluks, yang terdiri dari
labu erlenmeyer, pendingin Liebig 30 cm;
·
hot plate atau
yang setara;
·
labu ukur 100 mL dan 1000 mL;
·
buret 25 mL atau 50 mL;
·
pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50
mL;
·
erlenmeyer 250 mL (labu refluk); dan
·
timbangan analitik.
Bahan
·
Larutan baku kalium dikromat 0,25 N.
Larutkan
12,259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 1500C selama 2 jam) dengan air
suling dan tepatkan sampai 1000 mL.
·
Larutan asam sulfat – perak sulfat.
Tambahkan
5,5 g Ag2SO4 kedalam 1 kg asam sulfat pekat atau 10,12 g Ag2SO4 dalam 1000 mL
asam sulfat pekat , aduk dan biarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.
·
Larutan indikator ferroin.
Larutkan
1,485 g 1,10 phenanthrolin monohidrat dan 0,695 g FeSO4.7H2O dalam air suling
dan encerkan sampai 100 mL.
·
Larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,1
N.
Larutkan
39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling, tambahkan 20 mL H2SO4 pekat,
dinginkan dan tepatkan sampai 1000 mL. Bakukan larutan ini dengan larutan baku
kalium dikromat 0,25 N.
·
Larutan baku potasium hidrogen phthalat
(KHP).
Larutkan
425 mg KHP (yang telah dihaluskan dan dikeringkan pada 1100C), dalam air suling
dan tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini mempunyai kadar KOK 500 mg/L O2. Bila
disimpan dalam refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada
pertumbuhan mikroba.
·
Asam sulfamat.
Hanya
digunakan jika ada gangguan nitrit, 10 mg asam sulfamat untuk 1 mg nitrit
·
Serbuk merkuri sulfat, HgSO4.
·
Batu didih
V.
Prosedur
Kerja
1.
Aduk contoh uji hingga homogen dan
segera lakukan analisis.
2.
Contoh uji diawetkan dengan menambahkan
H2SO4 sampai pH lebih kecil dari 2,0 dan contoh uji
disimpan pada pendingin 4oC dengan waktu simpan 7 hari.
3.
Pipet 10 mL contoh uji, masukkan kedalam
erlenmeyer 250 mL.
4.
Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4
dan beberapa batu didih.
5.
Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat,
K2Cr2O7 0,25 N.
6.
Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat –
perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
7.
Hubungkan dengan pendingin Liebig dan
didihkan diatas hot plate selama 2 jam.
8.
Dinginkan dan cuci bagian dalam dari
pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70
mL.
9.
Dinginkan sampai temperatur kamar,
tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS
0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.
10. Lakukan
langkah 3.5 a) sampai dengan 3.5 g) terhadap air suling sebagai blanko. Catat
kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan
larutan
11. FAS
dan dilakukan setiap penentuan KOK.
Perhitungan :
a)
Normalitas larutan FAS

dengan
pengertian :
V1
adalah volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;
V2
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;
N1
adalah Normalitas larutan K2Cr2O7.
b)
Kadar KOK

dengan
pengertian :
A
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;
B
adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;
N
adalah normalitas larutan FAS.
VI.
Data Pengamatan
No
|
Kode Sampel
|
Vol. sampel
|
Volume Titrasi
|
Fp
|
Hasil (mg/L)
|
1
|
Air Sumur Saleba’
|
10 mL
|
12,4 mL
|
1
|
|
12,5 mL
|
1
|
|
|||
2
|
Air Sumur Loktuan
|
10 mL
|
12,3 mL
|
1
|
|
12,1 mL
|
1
|
|
|||
3
|
Air Isi Ulang T. Laut
|
10 mL
|
12,3 mL
|
1
|
|
12,2 mL
|
1
|
|
|||
4
|
Air Pureit
|
10 mL
|
12,4 mL
|
1
|
|
12,1 mL
|
1
|
|
Perhitungan
:
Titrasi
Blanko = 11,4 mL
Larutan
[FAS]
=
= 0,1096
N


Sampel Air Sumur
Loktuan
Kadar



= -78.912 ppm
Kadar




= - 61,376
ppm
VII.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu menentukan
kandungan COD dalam sampel air sumur yang disediakan..Kandungan COD merupakan
kandungan bahan pencemar berupa senyawa kimia yang menyerap oksigen terlarut
(DO) dalam air yang digunakan untuk keperluan oksidasi dan mengubahnya menjadi
bentuk senyawa lain. Dengan tingginya kadar bahan kimia yang menyerap oksigen
terlarut dalam air dapat menyebabkan biota-biota yang hidup dalam air seperti
ikan dan hewan lainnya mengalami kekurangan oksigen, yang akan berakibat
menurunkan daya hidup biota tersebut. Kadar pencemaran itu karena adanya banyak
limbah organic dan limbah anorganik yang dibuang keperairan. Satndar mutu air
tersebut diukur dengan angka parameter dalm satuan mg/L. dengan indeks baik
(I),sedang (II),kurang (III), dan kurang sekali (1V). Untuk COD masing-masing
berturut-turut 20,100,300 dan 500. Sedangkan untuk BOD 40,200,500,dan 1000.
Sampel yang praktikan amati pertama
diberi padatan HgSO4, Tujuan dari
penambahan HgSO4 yaitu
untuk menghilangkan ion klorida yang biasanya
terdapat di dalam air buangan dengan cara mengikatnya membentuk kompleks HgCl
seperti reaksi berikut : Hg+ + Cl- → HgCl. Hal ini dikarenakan ion
klorida merupakan bahan inorganik yang dapat mengganggu proses oksidasi.
pelarut K2Cr2O7 berlebih berfungsi untuk
mengoksidasi zat organik dalam sampel, larutan berwarna Kuning. Selanjutnya
ditambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat – perak sulfat perlahan-lahan sambil
didinginkan dalam air pendingin Berfungsi
sebagai katalisator (memepercepat reaksi), karena akan menyebabkan suhu yang
tinggi pada larutan campuran ketika ditambahkan dalam larutan sehingga akan
mempercepat reaksi, dan memanaskannya selama 2 jam di atas Hot Plate
dengan suhu 110oC dan selanjutnya dititer dengan FAS Larutan ini digunakan sebagai titran, yaitu mentitrasi
sisa K2Cr2O7
dengan menggunakan indicator ferroin Fungsi dari larutan indicator ini yaitu sebagai penentu
terjadinya titik akhir titrasi, yaitu ketika warna larutan berubah dari hijau
kebiruan menjadi merah kecoklatan. Indikator Ini bekerja pada pH antara
4-7 sehingga cocok digunakan untuk menganalisis kandungan COD dalam
sampel,
titrasi dihentikan setelah larutan berwarna biru hilang. Volume pentiter
didapat 12,3 mL dan 12,1 mL sedangkan blanko didapat 11,4 mL. Setelah dilakukan
perhitungan terhadap kandungan COD dengan rumus didapat kandungan COD dalam
sampel air yang diberikan adalah minus.
Melihat data indeks dari hasil
perhitungan tersebut didapat bahwa mutu dari kandungan COD yang diberikan dalam
sampel adalah minus. Berarti sampel air tersebut tidak mengandung oksigen
kimiawi akibat bahan organik. Ditandai banyaknya titrasi sampel dibandingan
dengan titrasi blanko.
Penyebab-penyebab didapatkan kadar COD
minus yaitu:
1.
Blanko yang praktikan gunakan yaitu air
suling yang tentunya mengandung kadar COD yang memungkinkan kadar CODnya lebih
tinggi dari pada sampel, sehingga volume titrasi blanko lebih sedikit dari pada
sampel.
2.
Pada saat pemanasan di atas Hot Plate,
larutan blanko mendidih sehingga warna larutan berubah menjadi kuning tua yang
seharusnya berwarna kuning bening, sehingga warna larutan ini yaitu warna K2Cr2O7
mempengaruhi titik akhir titrasi.
VIII.
Kesimpulan
Pada praktikum penetapan kadar Sulfat
dalam sampel air diperoleh:
1.
Kadar COD dalam sampel air Loktuan 1 ini
sebesar -78.912 ppm
2.
Kadar COD dalam sampel air Loktuan 2 ini
sebesar - 61,376 ppm
IX.
Daftar
Pustaka
Mulia,
Ricki M. Kesehatan Lingkungan,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005
Mukono. H.
J. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan,
Surabaya: Airlangga University Press. 2006.
Susilawaty,
Andi, dkk. Panduan Praktikum Kesehatan
Lingkungan, Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2011
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
ReplyDeleteSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
World wide web One way links https://imgur.com/a/6uceZFc https://imgur.com/a/MJ88HAY https://imgur.com/a/cDwughM https://imgur.com/a/yVo83aZ https://imgur.com/a/04EPoRW https://imgur.com/a/dMItN8K https://imgur.com/a/fA9YEis
ReplyDelete